Mungkinkah Kamu...
Dulu aku tidak
pernah punya pikiran bisa suka sama dia. Dia yang selalu nge-cengin aku, dia
yang suka jahilin aku, dia yang sering bantuin aku ngerjain pr, dan dia yang
selalu baik, yang selalu menyambut ku setiap pagi ketika aku tiba di kelas
dengan senyumannya yang selalu terlihat jahil tetapi hangat. Aku selalu
beranggapan, dia cuma sebatas teman sekelas yang baik. Satu tahun berlalu, aku
ngerasa rasa aku ke dia sedikit meningkat menjadi sahabat. 'Ini aku, teman mu
yang selalu kamu cubitin..' itu lah isi sms pertama nya setelah kita lulus dan
tak pernah berhubungan lagi. Aku tertawa ketika menerima smsnya. Setelah lulus
SMA, kita jarang berhubungan. Satu tahun setelah lulus, kita hanya berhubungan
lewat sms dan itu hanya ketika libur semester.
Menjelang libur
semester dua, dia sedang berlibur di bekasi dan berniat mengajakku dan
teman-teman yang lain jalan bersama. Karena aku masih ujian dan teman-temanku
yang lain juga masih sibuk, rencana itu pun batal. Dia bertanya padaku apa aku
bisa kebekasi untuk bertemu dengan nya, aku menjawab tidak bisa karena aku
benar-benar sibuk dengan kuliah ku. Akhirnya aku dan dia tidak bisa bertemu.
Tetapi cerita ku ini berawal dari situ.
Setelah itu, kita
tetap saling sms, berbagi cerita satu sama lain, tentang bagaimana
kegiatan-kegiatan yang kita lakukan selama satu tahun ini. Dia bilang dia akan
pindah kuliah di UPN Jogja untuk semester depan, aku tanya mengapa harus pindah
ketika semua orang berlomba-lomba untuk bisa masuk UNSRI, universitas nya yang
dulu. Dia menjelaskan alasannya kepadaku yang membuat ku kagum kepadanya.
Pemikiran yang dewasa untuk cowok seumuran dia.
Hampir setiap
malam kita saling bertukar cerita, atau sekedar bertanya lagi apa atau saling
mengingatkan kejelekkan yang sering kita lakukan semasa SMA. ‘Kamu kenapa sih
suka banget nyubit aku..?’ pertanyaan yang selalu dia berikan sewaktu SMA
ketika aku di cengin habis-habis an sama dia, dan pada saat ketika aku bales
sms nya dengan kata cubitan, dia akan bertanya seperti itu lagi. How funny he
is.
Aku merasa nyaman
ketika berbagi cerita dengan nya, meminta pendapatnya tentang masalahku atau
hal-hal yang tidak aku ketahui. Dia akan memberikan komentar yang menurut ku
lucu, kadang itu membuatku tertawa. Tapi ketika aku meminta komentar nya yang
serius dia akan menjawab dengan kata-kata yang bisa membuat ku mengerti dan
tahu apa yang harus aku lakukan.
Ketika aku di
bandara untuk pulang ke Palembang setelah satu tahun di depok, dia bertanya apa
aku mau dijemput setelah tiba di lubuklinggau, dia akan mengunjungi tante nya
di komplek perumahan yang sama dengan ku. Aku menolak karena ayah ku pasti
sudah menunggu anaknya yang sudah tidak pulang satu tahun di bandara
lubuklinggau. Dia mengerti dan menyuruhku untuk berhati-hati dan menjaga barang-barang
bawaanku.
Setelah satu tahun
tidak pulang ke rumah, aku merasa kalau aku benar-benar kangen rumah, kangen
suasana rumah, kangen mama, ayah dan adik-adik ku. Ketika pesawat ku mendarat
di Bandara Silampari Lubuklinggau, aku turun dan melihat ayah dan adikku, Kaisar,
sedang menunggu kedatanganku di ruang tunggu. Aku sangat senang, perasaan
senang yang jarang aku rasain selama satu tahun ini. Tiba-tiba aku teringat Dia,
‘sahabat’ yang akhir-akhir ini memberikan perhatian yang lebih padaku. ‘Aku
akan bertemu dengannya..’ pikir ku. Entah kenapa aku sangat menantikan hari
itu.
Sesampainya kami
dirumah, mama menyambut ku dengan senyuman nya yang sangat manis, yang membuat
ku menangis ketika melihatnya, aku benar-benar kangen mama. Adikku Reza juga
sudah semakin besar. Tinggi badannya pun sudah melebihi ku. Aku duduk di sofa
ruang tamu dan bercerita perjalanan ku tadi selama di pesawat. Aku juga
bercerita kuliah ku, teman-teman ku di depok, kehidupan ku disana, makanan yang
jadi andalanku ketika akhir bulan dan banyak lagi. Walaupun aku sudah
menceritakan semua itu lewat telpon, tapi aku tetap tidak bisa menahan diri
untuk tidak menceritakan ulang semua itu. Ayah dan mama mendengarkan dengan
antusias, sekali-sekali mereka menyela dan tertawa ringan ketika aku menceritakan
bagaimana hidupku di akhir bulan.
Dia, ‘sahabat’ ku,
bertanya apa aku udah tiba di rumah, gimana tadi di pesawat, ayah jadi
jemputkan, udah makan belom, dan itu membuat ku tersenyum. Dengan cepat aku
membalas sms nya. Akhir-akhir ini aku merasa senang ketika menerima sms dari
nya, dan bertanya-tanya kemana dia ketika dia lama membalas sms dari ku.
Sore itu, Dia
memberitahu ku bahwa dia akan pergi ke acara buka bersama yang diadakan rohis
SMA kita dulu. Dan tak lupa sebelum mengakhiri percakapan , Dia selalu
mengingatkan ku untuk mandi, solat ashar dan bantu mama nyiapin buat buka
puasa. Mungkin kebanyakan orang akan ngerasa kalo itu biasa aja, tapi bagi ku
itu salah satu hal yang manis, yang pernah dia lakuin buat aku selain dia
bangunin aku dengan kata-kata nya yang selalu bikin aku tersenyum dan ketawa
bahagia ketika membacanya. Setelah buka puasa, aku membantu mama membereskan
meja makan dan berencana untuk solat terawih di masjid komplek rumah ku.
Tiba-tiba Dia sms mengajakku solat terawih di masjid agung, masjid terbesar di
kota ku. Dia juga mengajak kedua teman ku, yang juga teman dia untuk solat
bersama. Aku pun setuju. Aku bertanya dimana kita akan bertemu, tetapi dia
bilang, dia dan Nain akan menjemputku dirumah. Ketika mereka tiba di rumah ku,
aku keluar dan melihat Dia sedang berdiri didepan rumah ku dengan senyum
jahilnya yang tidak pernah berubah. Masih seperti dulu, pikir ku. Aku membalas
senyuman nya dengan satu cubitan di pundaknya. How I miss him so much. Itu yang
ada di pikiranku ketika aku bertemu lagi dengannya setelah satu tahun.
Aku bertanya
bagaimana dia bisa terlihat lebih kurus, lebih putih, lebih tinggi, dan lebih
ganteng dari sebelumnya ketika kita sedang di motor menuju masjid agung. Dia
tertawa, dan bilang kalau dia memang terlihat seperti itu dari dulu, aku saja
yang baru sadar nya sekarang. Aku tidak terima dengan argumen nya itu dan
menjelaskan bagaimana cupu nya dia sewaktu sma. Kita sama-sama menertawakan
kejelekan masing-masing. Ada saja yang bisa dijadikan obrolan seru ketika
bersama dia. Dia pendengar yang baik.
Selesai solat
terawih, Aku, Dia, Nain, dan Lala duduk di teras masjid sambil menceritakan
kehidupan kita masing-masing selama satu tahun ini. Nain mengajak kami makan
bakso di dekat masjid agung. Saking asiknya ngobrol, kita baru sadar kalo jam
udah nunjukin ke angka 11, dan waktunya kita harus pulang. Sesampainya di
rumah, aku langsung pergi ke kamar mandi, cuci kaki dan gosok gigi. Setelah
itu, aku mengambil selimutku dan berencana untuk langsung tidur. Tiba-tiba
handphone ku berbunyi, Dia mengirim ku sms yang isinya, ‘6 kali cubitan malem
ini’. Aku tertawa ketika membacanya. Dia menghitung berapa kali aku mencubitnya
malem ini, dan itu membuat ku tidak bisa berhenti untuk tidak tersenyum ketika
mengingatnya. to be continue ...
Comments
Post a Comment